What's done in the DARK will surely come to the LIGHT :)

Sabtu, 28 Januari 2012

hati-hati, Hati.

Brain: Aku sudah memperingatkan mu sebelumnya, Heart.

Heart: Dan aku mengabaikan mu, Brain. Tolong, lain kali peringatkan aku lebih keras lagi.

Brain: Bukan aku yang kurang keras. Tapi kamu yang sudah tidak waras, berani merindu tanpa rasa was-was. Kamu juga harus keras, Heart. Jangan terlalu lunak agar hujan yang turun menyentuh pipi tidak terlalu deras.

Heart: itu hukuman untuk mata agar bekerja keras memproduksi kelenjar air mata. Dia terlalu nikmat melekat dekat dengan pemilik mata di seberang sana.

Brain: jangan menyalahkan organ lain, Heart! Itu memang tugasnya untuk menangkap segala sesuatu yang ada di sekelilingnya. Termasuk dia yang di seberang sana. Justru kamu yang menyiksa mata untuk bekerja lembur sampai larut. Jangan terlalu sering menggunakan perasaan, Heart.

Heart: hei Brain, itu tugasku untuk merasakan segalanya tanpa batas!

Brain: kalau begitu apa gunanya aku? Aku ini pelindungmu. Aku berusaha untuk selaras denganmu. Aku ingin kita jalan berdampingan, bukan bertentangan.

Heart: .....

Brain: Aku tidak ingin kamu merasa sedih. Sudah cukup, Heart. Aku ingin kamu merias diri dengan warna-warna indah agar kamu terlihat anggun dan tidak usang seperti sekarang ini. Aku tidak mau lenyap tenggelam dan hanyut terbawa oleh perasaan. Izinkan aku tetap ada. Jangan egois.

Heart: .....

Brain: kamu akan selalu menang, Heart, di tubuh wanita ini. Aku... Entah untuk kesekian kalinya selalu mengalah.

Heart: Oh Brain, kamu sudah merasa putus asa kah? Kamu curang! Merasa adalah tugasku.
Jangan mengambilnya dariku!

Brain: tidak, tidak begitu. Ah kamu ini, benar-benar perasa! Aku baru bicara seperti itu sudah dianggap putus asa. Kamu harus belajar megasah rasa, agar dapat membedakan tiap rasa yang ada. Tidak heran mengapa kamu sering mengabaikanku ketika yg di seberang sana memberimu perlakuan yang -errr menurutku biasa saja- spesial.

Heart: maafkan aku, Brain. Aku sadar, dia memudar. Mata sudah menangkap punggungnya semakin menjauh dan sulit untuk direngkuh.

Brain: aku sudah sadar itu sejak dulu. Pesanku sudah kamu terima kan?

Heart: pesan yang mana?

Brain: Kamu benar2 mengacuhkanku, Heart. Oke, aku resend ya. Tunggu sebentar.

(.....)

Brain: *resend* "Dear Heart, dia hanya penasaran padamu. Setelah dia tahu kalau kamu akan menyerahkan diri padanya, dia akan pergi... Bukan, ini bukan tarik ulur. Dia pergi untuk mencari tantangan baru dari hati lain yang membuatnya penasaran. Dan akan begitu seterusnya. Entah sampai kapan. Tapi kamu tidak akan menunggunya untuk kembali padamu kan? Ah jangan, Heart. Akan ada seseorang yang menyerahkan hatinya untuk bersanding denganmu di sini. Sabar, Heart. Jangan mudah terperangkap. Nanti kamu terjerembap. Hanya rasa sesak yang kamu dapat kalau sudah begitu. Pesanku, hati-hati, Heart."

Heart: *mengirim tugas pada mata untuk memproduksi air mata yang sudah hampir mengering, "aku membutuhkannya nanti, untuk moment bahagia ya. Oiya setelah itu beristirahatlah kamu. Maafkan aku"*

Brain: *resend* "Heart, dia yang akan memberimu hati tidak akan pernah melepasmu. Tidak ada teori tarik ulur atau mencoba mengetes apakah kamu akan mencarinya kalau dia menghilang. Justru dia akan panik mencarimu ketika kabar darimu tak kunjung diterimanya. Ingat, Heart. Secuek-cueknya lelaki, sekaku-kakunya sosok itu, dia akan melakukan apa saja agar mendapat kabar dari wanita yg ingin dimilikinya. Dia hanya akan memberimu rasa tenang dengan memberikan kepastian dari setiap ragu yang datang."

Heart: Brain... Kemana saja aku selama ini sehingga mengacuhkan pesan-pesan darimu.

Brain: *resend* "Heart, Kita harus bicara! Bukan dia orangnya, Heart. Dia tidak akan mencarimu. Sudah kamu jangan pura-pura memudar lagi. Percuma. Perlakukan dia layaknya seorang teman biasa. Jangan terlalu dirasa kalau tidak mau terluka. Hati-hati, Heart."

Heart: Brain, lindungi aku. Aku tidak mau terjerembap.

Tidak ada komentar: