What's done in the DARK will surely come to the LIGHT :)

Jumat, 20 Januari 2012

cerpen episode: Mochachino Versus Hot Chocolate (JLEB 2)

Sore itu, langit Jakarta lagi-lagi bermuram durja. Awan-awan hitam sudah menari-nari di atas sana menyelimuti langit biru.

"Hadeeeh sebentar lagi pasti ujan!" Gumam dedek yang menatap nanar ke arah langit dari balik jendela kedai kopi favoritnya. "Semoga gak hujan angin yah, Tuhan..." Pintanya dalam hati.

Ini sudah cangkir kedua yang dipesan Dedek selama dia duduk di kedai kopi favoritnya. Dia sengaja datang lebih awal agar bisa merileksasikan dirinya sebelum beradu argumen lagi dengan Echi, sahabatnya yang memiliki mulut setajam silet.

Echi mulai menampakkan cepolan rambutnya yang super duper tinggi dari arah pintu masuk. Aroma vanilla yang berasal dari tubuh Echi seketika menyeruak ke seluruh ruangan mengalahkan aroma kopi yang dibuat oleh bartender. Echi memang terkenal cukup lebay dalam menyemprotkan parfume. Entah berapa ratus juta perminggu yang harus dia keluarkan demi sebotol kecil parfume bermerk, ah entahlah merknya apa.

"Hay sayaaang... Tumben lo ontime? Biasanya ngaret!" Echi membungkukkan badannya dan mencium pipi Dedek. "Are you okay, Dek? Lo terlihat kayak cewek-cewek depresi yg abis dibully tau gak!" Echi menaruh tas nya lalu pergi ke kasir untuk memesan Hot Chocolate favoritnya.

"Well, I'm all your ears now" kali ini Echi tersenyum hangat sehangat minuman cokelat yang diseruputnya.

Dedek menghela nafas panjang, "Chi, lo bener. Gue gak bisa bilang lagi klo gue gak pake hati sama B"

Mimik wajah Dedek membuat Echi benar-benar tersadar akan satu hal yang terjadi mengenai sahabatnya itu, "Dek, lo sayang sama dia?" Echi memelankan suaranya.

"Pertanyaan retorika tuh, Chi. Hehehe" senyum itu akhirnya muncul juga dari bibir Dedek. Sudah hampir 1 jam dia di sana dan belum ada satu pun senyum yang menghiasi wajahnya. "Perlu gue jawab lagi?" Tanya Dedek sinis.

"Tuh kaaan Dedeeeek" Echi menaruh cangkirnya yang sejak tadi masih dipegangnya. "Sejak kapan lo buka hati lo lagi? Bukannya kunci hati lo belom dibalikin sama Aung?" Kali ini Echi seperti sedang mengintogerasi seorang maling.

"Gak tahu sejak kapan. Tapi yang gue tahu, kita gak pernah bisa menyadari kapan, bagaimana, dan kenapa sesuatu itu terjadi kalo sangkut pautnya udah sama hati" Dedek terdiam sejenak, meminum mocachino nya yang sudah mulai dingin. "Dia masuk gak pake kunci, tapi gue sendiri yang mempersilahkan" lanjut Dedek.

"Chi, dia dateng gak kayak maling. Yang bawa pergi barang2 berharga pemilik dan ngebiarin isi rumah pemilik acak-acakan gitu aja. Dia masuk, karena gue yang mempersilahkan. Dia pergi pun karena gue yang mengizinkan" Mata Dedek mulai berkaca-kaca. Echi memperkisarkan bahwa hanya dalam 1 kedipan, bukan hanya langit yang mengeluarkan air hujan, tapi sahabatnya juga.

"Dek itu modus. Dia berpenampilan layaknya seorang tamu biar bs masuk ke rumah lo dan mengamati tiap barang berharga yg ada di rumah lo. Dan tanpa sadar dia udah menghipnotis lo sampe akhirnya dia bisa keluar dari rumah lo dengan seizin pemilik rumah" Echi memegang bahu sahabatnya, "tanpa lo sadari, dia udah ambil semua barang berharga di dalam rumah itu"

Mereka kini sama-sama terdiam. Echi sibuk mengaduk-ngaduk Coklat hangatnya. Sedangkan Dedek sibuk melihat orang-orang yang hilir mudik mencari tempat berteduh agar tidak kehujanan.

"Mungkin awalnya emang dia gak bermaksud ngerampok, Dek. Tapi karena lo yang ngasih kesempatan dia masuk rumah, jadi deh timbul niat" Echi memecahkan keheningan yang terjadi cukup lama diantara keduanya.

"Chi, klo posisi gue di tiap sabtu malem bareng dia diganti sama cewek lain gimana ya?" Dedek tidak melihat ke arah Echi, dia sedang asyik melihat pemandangan di luar kedai. Seorang pria yang sedang sibuk menutupi kepala wanitanya dari guyuran air hujan agar wanitanya tidak sakit.

"Ya gak gimana-gimana lah. Lo mau terus-terusan jalan sama dia tapi dia gak liat lo sebagai Dedek. Dia liat lo sebagai cewek lain. Cewek yang selama ini dia sayang. Dan lo tau kan siapa itu cewe? Bukan lo kan? Lo mau?" Echi mulai mengeluarkan potongan-potongan silet dari bibirnya sampai-sampai membuat Dedek mengalihkan pandangannya dari laki-laki yang sibuk melindungi wanitany di luar sana dan memandang kesal ke arah Echi.

"Ya gak mau lah! Lo gila apa? Mana ada cewek yg mau digituin" Dedek menyambar coklat hangat yang sekarang berubah jadi dingin milik Echi dan menyeruputnya tanpa izin dan tanpa berdosa. "Gue harus minta kepastian" baru kali ini Dedek dengan lantang membuka suaranya.

"Emang dia ngasih lo keragu-ragu-an sampe2 lo harus nuntut kepastian?" Tanya Echi membuat Dedek semakin tersilet-silet. "Tanda-tanda apa dari dia yang nunjukin kalo dia sayang sama lo? Pernah dia nelpon lo sekali cuma buat blg "lg apa?" Pernah gak?" Pertanyaan Echi semakin tajam. Kalo Dedek sebuah kain, mungkin Dedek adalah kain rombeng yang udah dirobek-robek sama Echi.

Dedek kembali terdiam.

Echi melanjutkan, "dari awal emang salah lo yang udah ngizinin orang asing masuk ke rumah padahal rumah lo masih acak2an isinya".

"Nggak gitu, Chi. Dia ngebantu gue beres-beresin rumah. Rumah gue udah rapih. Dia pergi. Mungkin bener kata lo, gue gak sadar dia udah ambil barang berharga waktu kami lagi beres-beres rumah" Dedek memperlihatkan sederet giginya ke Echi.

"Woo jelek lo klo lagi nyengir!" Echi melempar tisu yang digunakannya untuk mengelap bibirnya yang penuh ampas cokelat. "Gue curiga! Kalian udah ciuman ya sampe2 lo gak rela gitu dia sabtu maleman sama cewe lain. Hahahahaha panteees muka lo kyk abis dibully! Sedih beneeeer!" Goda Echi sambil memonyongkan mulutnya mirip Tukul Arwana.

"Eh sembarangan! Nggak laaah! Hahahaha" Dedek hampir saja menyemburkan mocachino nya yang baru saja diseruputnya.

"Gue tau Dek yang paling bikin sedih yang akan lo alami apaan" Echi membenarkan cepolan rambutnya yang mulai menurun. "Yang paling menyedihkan adalah ketika kita kangen sama seseorang tp gak punya keberanian untuk blg ke orangya. Dan ketika kita tahu faktanya klo rasa kangen kita... gak berbalas"

Dedek mengangguk-anggukan kepalanya dan kemudian memberi senyuman termanisnya untuk Echi, "rindu satu arah secara diam-diam."

Tidak ada komentar: