Sangat terekam jelas diingatan gue ketika jaman SMP, masa dimana gue merasa “wow, ternyata aku wanita sejati”. Bukan, bukan karena sebelumnya gue merasa bingung dengan identitas gue wanita atau pria. Tapi dikarenakan masa puberitas yang saat itu baru saja gue alami.
Masa puberitas yang hanya dialami oleh seorang gadis seperti, perubahan dalam ukuran dada, timbulnya jerawat, menstruasi, dan perkembangan psikis yang membuat kita berlagak sedikit centil. Di Indonesia, gadis-gadis yang baru saja mengalami hal-hal itu disebut Anak Baru Gede, kata gaulnya sih ABG. Dalam masa itu pula, untuk pertama kalinya gue dipanggil “Mbak..” oleh seorang mbak-mbak tulen. Sungguh mengesalkan. Gimana nggak kesel, muka kiyut gue ini masih sangat terlalu cocok untuk mendapat julukan “Dik”.
Sampai saat ini gue masih heran kenapa gue dipanggil “Mbak” ? apakah memang muka kiyut gue ini mengalami ketuaan dini sehingga para mbak-mbak tulen itu memandang gue sama dengan mereka? Padahal gue pribadi baru mengenal salon setelah kelas 3 SMP dan itu pun hanya untuk sekedar potong rambut. Sebelumnya nyokap lah hair stylish sejati gue. Hal ini tentu saja sangat terlihat jomplang dengan kehidupan para ABG yang hidup pada masa kini. ABG sekarang jauh lebih modis, lebih gadget, dan tentunya lebih gawul dari kehidupan ABG gue jaman dulu. Bukan hal aneh lagi ketika kita hang out dengan teman kampus atau kantor, lalu kita bertemu ABG-ABG yang sedang merokok, makan-minum, petenteng BlackBerry (yang belakangan menjadi barang sejuta umat) oh percayalah, pemandangan tersebut sangat lazim. Dan menurut gue, ABG-ABG yang seperti itulah yang layak dipanggil “Mbak”. Karena memang dari outlooknya saja nggak beda jauh sama mbak-mbak yang suka dandan dan hang out.
ABG masa kini seolah-olah disulap menjadi dewasa sebelum waktunya. Bisa kita lihat dari hobi mereka yang lebih menyukai kegiatan hang out bersama teman dibanding kumpul di rumah bersama keluarga. Hal ini bisa terlihat juga dari banyaknya minimarket yang tersebar di penjuru Jakarta yang dijadikan tempat nongkrong para ABG (yang akhir-akhir ini lebih dikenal dengan sebutan Remaja Labil, disingkat ABABIL). Agak aneh memang mereka, kok ya nongkrong berjam-jam di minimarket. Emang sih namanya bukan minimarket tapi Circle K, Seven Eleven, dll. Tapi toh tetep aja itu jenisnya minimarket yang nggak beda jauh sama Indomaret, Alfamart, dll. Apakah karena keanehan itu yang membuat mereka disebut labil? Okay, forget it.
Di samping itu, bisa kita lihat juga dandanan para Ababilers, mereka sangat niat sekali untuk sekedar nongkrong di minimarket. Bukankah mereka harusnya belajar di rumah, mengulang pelajaran yang diberikan di sekolah, berkumpul bersama keluarga untuk makan malam, bukan malah belajar dandan dan menghabiskan waktu berjam-jam nongkrong bersama teman (yang gue yakini topik obrolan mereka nggak jauh-jauh dari cinta-cinta-an).
Nah, kalo udah begitu, siapa yang harus disalahkan? Orang tua mereka kah yang terlalu memberikan anaknya kebebasan waktu untuk hang out dan dengan mudah memberikan suntikan dana untuk modal dandan dan hang out anaknya tersebut? Atau kesalahan guru di sekolahnya yang gagal memberikan bimbingan konseling kepada anak didiknya? Atau memang tidak ada yang salah. Hal ini terjadi memang dikarenakan perkembangan jaman saja lah yang mengalami kemajuan pesat sehingga mereka tidak ingin dibilang ketinggalan jaman. Ya alasan tersebut lebih terdengar bijak dan masuk akal.
Perkembangan jaman yang menuntut mereka untuk hidup lebih konsumtif. Jaman gue ABG, punya Handphone yang kayak ulekan aja udah sujud sukur. Nah sekarang itu masanya “PIN BB lo berapa?” bukan “nomer HP lo berapa?”. Apalagi banyak anak ABG yang sudah bisa mencari duit sendiri dari hasil jerih payahnya (baca: jadi artis sinetron). Tuntutan pekerjaan mereka lah yang akhirnya membuat mereka membeli gadget-gadegt terbaru karena bingung mau buang duit kemana lagi dan rajin ke salon untuk masker emas, meni pedi,dan hang out untuk refreshing setelah ngejar setoran (baca: sinetron stripping).
Tapi gue yakin kok nggak semua dari mereka benar-benar meninggalkan urusan sekolahnya. Pasti ada juga beberapa dari mereka yang nongkrong karena kepentingan tugas kelompok, contohnya: adik gue dan teman-temannya (adik sendiri memang akan selalu dibanggakan. Hehehe…).
Jadi intinya, mereka begitu memang karena tuntutan jaman. Selama kegiatan yang mereka lakukan masih dalam batas normal dan nggak mengganggu nilai pelajaran di sekolah, gue rasa hal itu fine-fine aja bukan? Kecuali kalo yang kasus doyan dandan. Gue rasa tekstur kulit mereka masih nggak bagus buat didempulin dan dipoles-poles make up. Karena berdasarkan pengalaman pribadi gue dulu yang hobi memoles muka dengan dempul khusus orang dewasa, alhasil muka gue jerawatan.
Saran gue buat para Ababilers, jangan tebel-tebel bangetlah yaaa kalo dempulan, sewajarnya dan disesuaikan dengan umur saja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar