Explore a Little Deeper
Here... A place where i finally found that my ego is not my amigo.
Senin, 12 Maret 2012
I think that the problem is that I’m stuck waiting for him to do something, to make a move, to say the perfect thing. And the problem is, that I shouldn’t be that girl, the one who sits and waits for him. I should be independent. I should think clearly and consistently without having my mind jump straight back to him. Yeah, falling for someone is the hardest thing to do. And the stupid thing is standing in my way and feeling fear of losing him, the fear of rejection, the fear that I might lose a friend that means everything to me. I want to be everything to him, but I’m not. I’m not the kind of girl he needs, and I’ll never be that girl.
Minggu, 11 Maret 2012
digress
Tulisan kali ini bener-bener meracau banget. Bingung mau fokus kemana. Pengen nulis tentang 2 tema tapi dalam 1 postingan itu susah ya kalo dalam waktu yang mepet dan dengan keypad qwerty yang layarnya cuma selebar 5x3 cm. Jadi beginilah hasilnya...
Putus dari pacar, putus harapan ke gebetan, putus pertemanan atau persahabatan, putus dari teman kencan, putus dari pelampiasan atau apapun itu kenapa sih orang-orang selalu menginterpretasikan dengan stop komunikasi dan bahkan saling membenci. Gak mau saling kenal lagi. Move on untuk sekarang ini artinya malah jadi putus hubungan dgn masa lalu dan mencari orang baru untuk sekedar pembantu diri dalam prosesnya. Bahkan ada yang bener-bener gak mau kenal lagi sama masa lalunya. Ada yang malah ngejelek-jelekin mantan sendiri dan ngaku "gue udah move on dari dia! Gak pantes tuh orang buat gue" tapi bagian terlucunya adalah dia yang bicara seperti itu malah balikan sama mantannya lagi. Ah! Gue ngerti sekarang. Seseorang yang ngejelekin mantannya dan benci sama mantannya adalah orang yang jauuuuh dari lubuk hatinya, jauuuuuh di alam bawah sadarnya dialah yang masih mencintai mantannya dan belum bisa pergi dari masa lalunya. Seseorang yang udah move on itu udah pasti ikhlas. Ngapain juga lah ngomongin jelek-jeleknya mantan kalo emang lo udah ikhlas ngelepas dia pergi. Nggak akan ngefek lah kejadian yang udah-udah kalo bener-bener ikhlas melepaskan. Dan gak akan lah mencari pelampiasan. Lo hanya akan menyakiti orang lain untuk memuaskan ego lo akan masa lalu lo. Lo membawa orang di masa depan untuk mendapatkan lagi masa lalu lo. Kalo kata Afgan: terlalu sadis caramuuu menjadikan diriku pelampiasan cintamu agar dia kembali padamu tanpa perduli sakitnya aku. Hiks hiks hiks...
Well gini gue mau ngomongin tentang gimana menghadapi masa lalu tanpa menggunakan seseorang sebagai pelampiasan. Don't use someone to forget someone. Walaupun ada yang bilang jatuh cinta adalah move on yang paling baik. Masalahnya udah ikhlas belom move on nya? Bersifat sementara sajakah jatuh cintanya? Beneran udah letting go atau cuma denial dari masa lalu? Beneran bisa menerima yang baru kalo kriteria pacar masih mentok pada masa lalu?
To let go isn’t to forget, not to think about, or ignore. Kenapa sih beberapa orang selalu berfikir putus hubungan sama dengan melupakan. Mereka mati-matian berusaha untuk menghindar bahkan menghapus memori-memori dari masa lalu. Menghindari lagu-lagu mellow karena takut galau teringat mantan. Bahkan ada yang jelas-jelas meng-unfollow akun twitter orang yang sudah dijadikan masa lalunya. Deleting contact BBM. Kenapa sih usaha banget buat menolak kehadiran masa lalu ketika jelas-jelas rindu datang menggebu-gebu. The thing is, we don’t have to hate each other. Berusaha keras melupakan kenangan, sepahit dan semanis apapun itu, bukan cara terbaik dalam proses melupakan. Letting go isn’t blocking memories or thinking sad thoughts. To let go is to cherish the memories.
Tapi juga bukan berarti malah mengelu-elukan masa lalu. Hidup di masa lalu dan larut dalam penyesalan masa lalu. Nangis-nangis bombay tiap malam atau membicarakan mantan tanpa rasa bosan. Selalu melakukan hal-hal yang dilakukan bersama mantan, memutar lagu yang disukai mantan tiap malam, mematok kriteria yang sama seperti mantan untuk pacar berikutnya hey get a life! Letting go is not obsessing or dwelling on the past. It is having an open mind and confidence for the future.
Kadang gue pun heran sama orang yang beranggapan kalau putus berarti harus segera mencari pacar baru atau orang baru sebagai pelampiasan, pelarian mereka dari masa lalu yang mengganggu. Some people think kalo siapa yang dapet pacar duluan berarti dia yang menang. Sedangkan yang kalah, dianggap belum move on. Bahkan yang lebih memalukan lagi menurut gue adalah ketika si mantan ulang tahun tapi lo sok-sok lupa dan tidak memberikan ucapan selamat ulang tahun karena takut dianggap masih perhatian atau takut mantan kembali berharap lantaran sebuah ucapan "happy birthday wish you all the best." Oh, be wise! Letting go isn’t about winning or losing. It doesn’t leave feelings of anger, jealousy, or regret. Rasanya gue pribadi akan sangat sujud syukur putus dari orang seperti itu. Karena hal tersebut menandakan kalau dia belum dewasa. Dan lagi-lagi orang kayak gini belom bisa move on. Belom bisa ikhlas. Biasanya orang-orang begini nih yang menggunakan jasa pelampiasan. Hati-hati kalo tiba-tiba orang begini mendekati lo.
Salah satu cara gue pribadi untuk ikhlas melepas dia yang lalu-lalu adalah menceritakan masa lalu itu sendiri yang udah merobek-robek tiap helai kertas harapan yang udah gue tulis rapih. For me, letting go is learning and experiencing and growing. Sebuah pengalaman yang layak untuk ditulis dan dijadikan pelajaran ya apa lagi kalo bukan kisah masa lalu? I'm really bad, no so good at forgetting people. Sang Creator menakdirkan mereka datang dan pergi karena alasan tertentu. Dan kita akan tau alesannya kalo udah bener-bener ikhlas melepas masa lalu. To let go is to be thankful for the experiences that made you laugh, made you cry, and made you grow. It’s about all that you have, all that you had, and all that you will soon have. Letting go is growing up. But Growing up is never easy. You hold on to the things that were. You wonder what’s to come. Other days. Days to come. Itu sebabnya gue gak pernah mau memakai jasa pelampiasan. *penerima jasa adalah bukan pemakai jasanya sendiri*
Perasaan berubah, orang berubah, suasana berubah, tapi satu yang gak bisa berubah... Memori. It stays in the mind. Gak bisa dihapus atau dilupain. Gue menganalogikan sebagai sebuah hapusan. Fungsi utama hapusan toh bukan untuk menghapus, karena ya percuma sisanya masih keliatan kok, bekasnya masih ada di kertas, kertas gak akan jadi kembali putih mulus kayak semula, fungsi utama hapusan ya untuk mengubah yang salah jadi bener, to fix any errors. Hapusan adalah seseorang di masa depan yang akan kita gunakan untuk memperbaiki yang dulu salah. Tapi jangan pernah menggunakannya untuk menghapus masa lalu. Karena fungsi utamanya bukan itu.
- teruntuk mereka yang pernah menggunakan seseorang untuk melupakan seseorang, pelampiasan is a love-criminal! -
Putus dari pacar, putus harapan ke gebetan, putus pertemanan atau persahabatan, putus dari teman kencan, putus dari pelampiasan atau apapun itu kenapa sih orang-orang selalu menginterpretasikan dengan stop komunikasi dan bahkan saling membenci. Gak mau saling kenal lagi. Move on untuk sekarang ini artinya malah jadi putus hubungan dgn masa lalu dan mencari orang baru untuk sekedar pembantu diri dalam prosesnya. Bahkan ada yang bener-bener gak mau kenal lagi sama masa lalunya. Ada yang malah ngejelek-jelekin mantan sendiri dan ngaku "gue udah move on dari dia! Gak pantes tuh orang buat gue" tapi bagian terlucunya adalah dia yang bicara seperti itu malah balikan sama mantannya lagi. Ah! Gue ngerti sekarang. Seseorang yang ngejelekin mantannya dan benci sama mantannya adalah orang yang jauuuuh dari lubuk hatinya, jauuuuuh di alam bawah sadarnya dialah yang masih mencintai mantannya dan belum bisa pergi dari masa lalunya. Seseorang yang udah move on itu udah pasti ikhlas. Ngapain juga lah ngomongin jelek-jeleknya mantan kalo emang lo udah ikhlas ngelepas dia pergi. Nggak akan ngefek lah kejadian yang udah-udah kalo bener-bener ikhlas melepaskan. Dan gak akan lah mencari pelampiasan. Lo hanya akan menyakiti orang lain untuk memuaskan ego lo akan masa lalu lo. Lo membawa orang di masa depan untuk mendapatkan lagi masa lalu lo. Kalo kata Afgan: terlalu sadis caramuuu menjadikan diriku pelampiasan cintamu agar dia kembali padamu tanpa perduli sakitnya aku. Hiks hiks hiks...
Well gini gue mau ngomongin tentang gimana menghadapi masa lalu tanpa menggunakan seseorang sebagai pelampiasan. Don't use someone to forget someone. Walaupun ada yang bilang jatuh cinta adalah move on yang paling baik. Masalahnya udah ikhlas belom move on nya? Bersifat sementara sajakah jatuh cintanya? Beneran udah letting go atau cuma denial dari masa lalu? Beneran bisa menerima yang baru kalo kriteria pacar masih mentok pada masa lalu?
To let go isn’t to forget, not to think about, or ignore. Kenapa sih beberapa orang selalu berfikir putus hubungan sama dengan melupakan. Mereka mati-matian berusaha untuk menghindar bahkan menghapus memori-memori dari masa lalu. Menghindari lagu-lagu mellow karena takut galau teringat mantan. Bahkan ada yang jelas-jelas meng-unfollow akun twitter orang yang sudah dijadikan masa lalunya. Deleting contact BBM. Kenapa sih usaha banget buat menolak kehadiran masa lalu ketika jelas-jelas rindu datang menggebu-gebu. The thing is, we don’t have to hate each other. Berusaha keras melupakan kenangan, sepahit dan semanis apapun itu, bukan cara terbaik dalam proses melupakan. Letting go isn’t blocking memories or thinking sad thoughts. To let go is to cherish the memories.
Tapi juga bukan berarti malah mengelu-elukan masa lalu. Hidup di masa lalu dan larut dalam penyesalan masa lalu. Nangis-nangis bombay tiap malam atau membicarakan mantan tanpa rasa bosan. Selalu melakukan hal-hal yang dilakukan bersama mantan, memutar lagu yang disukai mantan tiap malam, mematok kriteria yang sama seperti mantan untuk pacar berikutnya hey get a life! Letting go is not obsessing or dwelling on the past. It is having an open mind and confidence for the future.
Kadang gue pun heran sama orang yang beranggapan kalau putus berarti harus segera mencari pacar baru atau orang baru sebagai pelampiasan, pelarian mereka dari masa lalu yang mengganggu. Some people think kalo siapa yang dapet pacar duluan berarti dia yang menang. Sedangkan yang kalah, dianggap belum move on. Bahkan yang lebih memalukan lagi menurut gue adalah ketika si mantan ulang tahun tapi lo sok-sok lupa dan tidak memberikan ucapan selamat ulang tahun karena takut dianggap masih perhatian atau takut mantan kembali berharap lantaran sebuah ucapan "happy birthday wish you all the best." Oh, be wise! Letting go isn’t about winning or losing. It doesn’t leave feelings of anger, jealousy, or regret. Rasanya gue pribadi akan sangat sujud syukur putus dari orang seperti itu. Karena hal tersebut menandakan kalau dia belum dewasa. Dan lagi-lagi orang kayak gini belom bisa move on. Belom bisa ikhlas. Biasanya orang-orang begini nih yang menggunakan jasa pelampiasan. Hati-hati kalo tiba-tiba orang begini mendekati lo.
Salah satu cara gue pribadi untuk ikhlas melepas dia yang lalu-lalu adalah menceritakan masa lalu itu sendiri yang udah merobek-robek tiap helai kertas harapan yang udah gue tulis rapih. For me, letting go is learning and experiencing and growing. Sebuah pengalaman yang layak untuk ditulis dan dijadikan pelajaran ya apa lagi kalo bukan kisah masa lalu? I'm really bad, no so good at forgetting people. Sang Creator menakdirkan mereka datang dan pergi karena alasan tertentu. Dan kita akan tau alesannya kalo udah bener-bener ikhlas melepas masa lalu. To let go is to be thankful for the experiences that made you laugh, made you cry, and made you grow. It’s about all that you have, all that you had, and all that you will soon have. Letting go is growing up. But Growing up is never easy. You hold on to the things that were. You wonder what’s to come. Other days. Days to come. Itu sebabnya gue gak pernah mau memakai jasa pelampiasan. *penerima jasa adalah bukan pemakai jasanya sendiri*
Perasaan berubah, orang berubah, suasana berubah, tapi satu yang gak bisa berubah... Memori. It stays in the mind. Gak bisa dihapus atau dilupain. Gue menganalogikan sebagai sebuah hapusan. Fungsi utama hapusan toh bukan untuk menghapus, karena ya percuma sisanya masih keliatan kok, bekasnya masih ada di kertas, kertas gak akan jadi kembali putih mulus kayak semula, fungsi utama hapusan ya untuk mengubah yang salah jadi bener, to fix any errors. Hapusan adalah seseorang di masa depan yang akan kita gunakan untuk memperbaiki yang dulu salah. Tapi jangan pernah menggunakannya untuk menghapus masa lalu. Karena fungsi utamanya bukan itu.
- teruntuk mereka yang pernah menggunakan seseorang untuk melupakan seseorang, pelampiasan is a love-criminal! -
Kamis, 08 Maret 2012
Suddenness
-------------------------------------------
Langit di luar sana mulai gelap. Kendaraan di luar sana juga sudah mulai padat merayap. Keputusan yang salah untuk keluar kantor pada saat jam-jam pulang kerja seperti ini. Tapi untuk terus menahan diri berada di kantor juga tidak membuat Echi merasa lebih nyaman. Selagi ada kesempatan pulang lebih cepat, ya kenapa tidak? Mata jalang Echi bergantian melihat awan, kendaraan, lalu kembali ke awan lagi. Berkali-kali Echi membuka mulut dan mengeluarkan udara, ini adalah proses awal ketika akhirnya Echi menyerah menatap awan yang semakin pekat saja gelapnya dan memilih untuk memejamkan mata sejenak di dalam taksi putih yang bertitel "TARIF BAWAH" dan lagu Run - Snow Patrol tetap menjadi pilihan Echi untuk menuju alam mimpi.
"Mbak... Mbak." Suara berat di dalam mimpi terdengar sangat nyata sekali. "Mbak, kita sudah sampai tujuan." seketika Echi terhenyak mendengar suara yang tidak lagi terdengar seolah-olah nyata karena suara tersebut memang nyata adanya. Echi membuka mata pelan-pelan, mengucak-ngucaknya, mengecek BB just in case ada yang rindu padanya, mencopot headset sambil setengah kecewa karena tidak ada bbm yang masuk, lalu memasukan BB lagi ke dalam tas. Echi memutarkan kepala ke kanan lalu ke kiri untuk memastikan posisi dimana dirinya berada sekarang. Jendela taksi tersebut nampak basah dan berembun. Sepertinya ketika Echi tertidur tadi, awan hitam menangis.
"Loh, ini dimana Pak?" Ketika Echi melihat susunan huruf-huruf yang berkelap-kelip terkena kilauan lampu jalanan. Well, ini sebenarnya pertanyaan retoris. Echi sengaja bertanya walaupun dia sendiri sudah tau jawabannya. Dan dengan polosnya, si Bapak menjawab, "Senayan City, Mbak. Kan tadi bilangnya... Sen... Ci... kan?" Bapak supir menjawab dengan ragu-ragu seakan tau kalau dirinya keliru. Namun tanpa rasa kesal sama sekali, Echi malah memberikan uang selembaran dengan gambar I Gusti Ngurah Rai ke Bapak itu, "Aku bilangnya Semanggi, Plaza Semanggi. Itu kembalinya ambil aja. Aku gak apa-apa di sini aja, thank you, Pak" lalu pintu taksi di belakangnya pun sudah dibuka oleh security Mall. Seketika Echi sudah di depan pintu Mall dan tersadarlah dia akan tujuan awal untuk bertemu Dede di Semanggi harus diatur ulang lain hari. Mengingat jalanan akan 2x lebih macet kalau habis hujan.
Entah karena nyawa yang masih belum terkumpul atau karena alam sadar Echi yang memang menginginkan masuk ke Mall tersebut, Echi pun berjalan dengan santai melewati petugas-petugas kemanan yang memeriksa isi tas orang-orang sebelum masuk Mall. Di dalam Mall Echi langsung disambut oleh patung-patung tak berambut yang modis dan berpakaian branded, yang bahkan dia saja tidak berani untuk sekedar melihat label harga pakaian di toko itu, "Ha-Ha, kalah lo, Chi sama patung." Ejekan dari suara di kepalanya.
"Shit! Gue mau kemana nih sekarang?" Bisik Echi sekecil mungkin agar hanya dapat didengar oleh diri sendiri. Echi menaiki eskalator lantai demi lantai tanpa adanya tujuan mau berhenti di lantai berapa. Sesampainya, entah di lantai berapa, Echi menikmati jalan di sepanjang lorong-lorong Mall yang sejauh mata memandang cukup sepi pengunjung. Mungkin karena bukan akhir pekan. Echi melihat ke bawah, ke atas, ke samping, benar-benar tanpa tujuan namun dengan langkah pasti terus berjalan sampai akhirnya menemukan sebuah toko yang menggelitik rasa gairahnya untuk segera memasukinya. Tulisan untuk nama toko itu sendiri tidak menggunakan font-font yang biasa digunakan toko lain di Mall ini untuk memberi kesan mewah. Tulisannya cukup sederhana dan simpel tapi justru itu yang membuat Echi semangat untuk segera mendatanginya. Sesampainya di dekat pintu masuk, Echi tersenyum senang melihat papan nama toko itu kemudian mengejanya dalam hati, "ADIDAS"
Tempat pertama yang langsung ditujunya adalah tempat dimana Jersey yang dia idam-idamkan terpajang congkak di sana. Salah satu hal yang disukainya dari toko ini dibanding toko-toko lainnya adalah pakaian yang hanya dipajang dengan menggunakan kapstok dapat terlihat jauh lebih ekslusif dibanding pakaian yang dipajang dengan menggunakan patung, yang bahkan terkadang patungnya sengaja berwarna emas sebagai lambang ekslusifitas. GAH!
Echi terus menelusuri lorong-lorong toko tersebut, yang bagian kanan dan kirinya benar-benar menggugah rasa keinginannya untuk melirik bahkan memilikinya. Jersey terpajang dimana-mana dengan lambang club dan negara masing-masing. Tapi melihat harganya saja sudah membuatnya ngeri. Habislah setengah uang jajan dia bulan ini kalau tetap arogan membeli 2-3 piecesnya. Echi segera menarik diri dari kumpulan pakaian-pakaian yang kata orang-orang "laki banget" itu. Baru beberapa langkah menuju keluar, dia melihat suatu benda yang selanjutnya membuat dia tersadar akan alasan kenapa dirinya tidak complain dengan si Bapak supir taksi tadi ketika dia dibawanya ke sini. Jauh di bawah alam sadar, sebenarnya Echi ingin bernostalgia dengan masa lalu.
Dengan langkah ragu, Echi mendatangi benda tersebut dan menjauhi pintu keluar. Echi memeganginya, mengambilnya dari gantungan, memutar balik untuk melihat kondisinya, dan bagian sedihnya adalah... Ketika dia seolah-olah melihat sosok seseorang yang dirindunya. Echi seakan melihat Panjul ketika dia melihat benda itu. Dulu Panjul sering sekali ke toko ini untuk sekedar melihat benda yang sedang Echi pegang sekarang ini. Echi kembali seolah-olah melihat Panjul memakainya, memakai Jaket hitam dengan lambang Inggris di dada bagian kiri. "How are you, Jul? I miss you. I miss when we were here" bisiknya parau dalam hati. Dikepalanya kembali berputar kejadian silam bersama Panjul ketika mereka mendatangi toko ini. Tanpa sadar, matanya kini mulai berkaca-kaca.
"Mbak, ada yang bisa dibantu?" pemilik suara bas itu membuyarkan lamunan Echi, "eh nggak kok, nih, Mas, makasih" Echi mengembalikan jaket tersebut dan segera keluar menuju Urban Kitchen. Dia memilih tempat duduk paling pojok karena hanya di tempat itu yang ada stop kontaknya. Dia membuka-buka buku menu. Banyak daftar makanan yang membuatnya ingin mengendap-endap masuk ke dapur dan mencicipinya sesendok demi sesendok semua makanan yang ada di dalam dapur Urkit, begitu dia menamai tempat makan tersebut. "Mbak, aku mau Chicken salad dan air mineral aja deh", pesannya kepada pelayan yang daritadi setia berdiri di sebelah mejanya.
Echi memeriksa BB nya yang sejak tadi tidak digubrisnya. Dia sengaja menaruh BB di dalam tasnya agar tidak ada yang mengganggu waktu kencannya bersama nostalgia Panjul. LED BB berkelap-kelip, dilihatnya ada 2 BBM yang belum dibaca.
Dedek: Wey kampret! Sensi jauh ah, ogah kesana. Take care, Dear! :*
Echi tersenyum membaca BBM dari Dedek. Dia tahu bahwa dedek akan menjawab seperti itu. Makanya dia sengaja menaruh BB nya di dalam tas dan tidak dipegang seperti biasanya. BBM ke-2...
Panjul: Chi
------------------------------------------
Langit di luar sana mulai gelap. Kendaraan di luar sana juga sudah mulai padat merayap. Keputusan yang salah untuk keluar kantor pada saat jam-jam pulang kerja seperti ini. Tapi untuk terus menahan diri berada di kantor juga tidak membuat Echi merasa lebih nyaman. Selagi ada kesempatan pulang lebih cepat, ya kenapa tidak? Mata jalang Echi bergantian melihat awan, kendaraan, lalu kembali ke awan lagi. Berkali-kali Echi membuka mulut dan mengeluarkan udara, ini adalah proses awal ketika akhirnya Echi menyerah menatap awan yang semakin pekat saja gelapnya dan memilih untuk memejamkan mata sejenak di dalam taksi putih yang bertitel "TARIF BAWAH" dan lagu Run - Snow Patrol tetap menjadi pilihan Echi untuk menuju alam mimpi.
I'll sing it one last time for you
Then we really have to go
You've been the only thing that's right
In all I've done
And I can barely look at you
But every single time I do
I know we'll make it anywhere
Away from here
Light up, light up
As if you have a choice
Even if you cannot hear my voice
I'll be right beside you, dear
Louder, louder
And we'll run for our lives
I can hardly speak, I understand
Why you can't raise your voice to say
To think I might not see those eyes
Makes it so hard not to cry
And as we say our long goodbyes
I nearly do
Slower, slower
We don't have time for that
All I want is to find an easier way
To get out of our little heads
Have heart, my dear
We're bound to be afraid
Even if it's just for a few days
Making up for all this mess
Light up, light up
As if you have a choice
Even if you cannot hear my voice
I'll be right beside you, dear
"Mbak... Mbak." Suara berat di dalam mimpi terdengar sangat nyata sekali. "Mbak, kita sudah sampai tujuan." seketika Echi terhenyak mendengar suara yang tidak lagi terdengar seolah-olah nyata karena suara tersebut memang nyata adanya. Echi membuka mata pelan-pelan, mengucak-ngucaknya, mengecek BB just in case ada yang rindu padanya, mencopot headset sambil setengah kecewa karena tidak ada bbm yang masuk, lalu memasukan BB lagi ke dalam tas. Echi memutarkan kepala ke kanan lalu ke kiri untuk memastikan posisi dimana dirinya berada sekarang. Jendela taksi tersebut nampak basah dan berembun. Sepertinya ketika Echi tertidur tadi, awan hitam menangis.
"Loh, ini dimana Pak?" Ketika Echi melihat susunan huruf-huruf yang berkelap-kelip terkena kilauan lampu jalanan. Well, ini sebenarnya pertanyaan retoris. Echi sengaja bertanya walaupun dia sendiri sudah tau jawabannya. Dan dengan polosnya, si Bapak menjawab, "Senayan City, Mbak. Kan tadi bilangnya... Sen... Ci... kan?" Bapak supir menjawab dengan ragu-ragu seakan tau kalau dirinya keliru. Namun tanpa rasa kesal sama sekali, Echi malah memberikan uang selembaran dengan gambar I Gusti Ngurah Rai ke Bapak itu, "Aku bilangnya Semanggi, Plaza Semanggi. Itu kembalinya ambil aja. Aku gak apa-apa di sini aja, thank you, Pak" lalu pintu taksi di belakangnya pun sudah dibuka oleh security Mall. Seketika Echi sudah di depan pintu Mall dan tersadarlah dia akan tujuan awal untuk bertemu Dede di Semanggi harus diatur ulang lain hari. Mengingat jalanan akan 2x lebih macet kalau habis hujan.
Entah karena nyawa yang masih belum terkumpul atau karena alam sadar Echi yang memang menginginkan masuk ke Mall tersebut, Echi pun berjalan dengan santai melewati petugas-petugas kemanan yang memeriksa isi tas orang-orang sebelum masuk Mall. Di dalam Mall Echi langsung disambut oleh patung-patung tak berambut yang modis dan berpakaian branded, yang bahkan dia saja tidak berani untuk sekedar melihat label harga pakaian di toko itu, "Ha-Ha, kalah lo, Chi sama patung." Ejekan dari suara di kepalanya.
"Shit! Gue mau kemana nih sekarang?" Bisik Echi sekecil mungkin agar hanya dapat didengar oleh diri sendiri. Echi menaiki eskalator lantai demi lantai tanpa adanya tujuan mau berhenti di lantai berapa. Sesampainya, entah di lantai berapa, Echi menikmati jalan di sepanjang lorong-lorong Mall yang sejauh mata memandang cukup sepi pengunjung. Mungkin karena bukan akhir pekan. Echi melihat ke bawah, ke atas, ke samping, benar-benar tanpa tujuan namun dengan langkah pasti terus berjalan sampai akhirnya menemukan sebuah toko yang menggelitik rasa gairahnya untuk segera memasukinya. Tulisan untuk nama toko itu sendiri tidak menggunakan font-font yang biasa digunakan toko lain di Mall ini untuk memberi kesan mewah. Tulisannya cukup sederhana dan simpel tapi justru itu yang membuat Echi semangat untuk segera mendatanginya. Sesampainya di dekat pintu masuk, Echi tersenyum senang melihat papan nama toko itu kemudian mengejanya dalam hati, "ADIDAS"
Tempat pertama yang langsung ditujunya adalah tempat dimana Jersey yang dia idam-idamkan terpajang congkak di sana. Salah satu hal yang disukainya dari toko ini dibanding toko-toko lainnya adalah pakaian yang hanya dipajang dengan menggunakan kapstok dapat terlihat jauh lebih ekslusif dibanding pakaian yang dipajang dengan menggunakan patung, yang bahkan terkadang patungnya sengaja berwarna emas sebagai lambang ekslusifitas. GAH!
Echi terus menelusuri lorong-lorong toko tersebut, yang bagian kanan dan kirinya benar-benar menggugah rasa keinginannya untuk melirik bahkan memilikinya. Jersey terpajang dimana-mana dengan lambang club dan negara masing-masing. Tapi melihat harganya saja sudah membuatnya ngeri. Habislah setengah uang jajan dia bulan ini kalau tetap arogan membeli 2-3 piecesnya. Echi segera menarik diri dari kumpulan pakaian-pakaian yang kata orang-orang "laki banget" itu. Baru beberapa langkah menuju keluar, dia melihat suatu benda yang selanjutnya membuat dia tersadar akan alasan kenapa dirinya tidak complain dengan si Bapak supir taksi tadi ketika dia dibawanya ke sini. Jauh di bawah alam sadar, sebenarnya Echi ingin bernostalgia dengan masa lalu.
Dengan langkah ragu, Echi mendatangi benda tersebut dan menjauhi pintu keluar. Echi memeganginya, mengambilnya dari gantungan, memutar balik untuk melihat kondisinya, dan bagian sedihnya adalah... Ketika dia seolah-olah melihat sosok seseorang yang dirindunya. Echi seakan melihat Panjul ketika dia melihat benda itu. Dulu Panjul sering sekali ke toko ini untuk sekedar melihat benda yang sedang Echi pegang sekarang ini. Echi kembali seolah-olah melihat Panjul memakainya, memakai Jaket hitam dengan lambang Inggris di dada bagian kiri. "How are you, Jul? I miss you. I miss when we were here" bisiknya parau dalam hati. Dikepalanya kembali berputar kejadian silam bersama Panjul ketika mereka mendatangi toko ini. Tanpa sadar, matanya kini mulai berkaca-kaca.
"Mbak, ada yang bisa dibantu?" pemilik suara bas itu membuyarkan lamunan Echi, "eh nggak kok, nih, Mas, makasih" Echi mengembalikan jaket tersebut dan segera keluar menuju Urban Kitchen. Dia memilih tempat duduk paling pojok karena hanya di tempat itu yang ada stop kontaknya. Dia membuka-buka buku menu. Banyak daftar makanan yang membuatnya ingin mengendap-endap masuk ke dapur dan mencicipinya sesendok demi sesendok semua makanan yang ada di dalam dapur Urkit, begitu dia menamai tempat makan tersebut. "Mbak, aku mau Chicken salad dan air mineral aja deh", pesannya kepada pelayan yang daritadi setia berdiri di sebelah mejanya.
Echi memeriksa BB nya yang sejak tadi tidak digubrisnya. Dia sengaja menaruh BB di dalam tasnya agar tidak ada yang mengganggu waktu kencannya bersama nostalgia Panjul. LED BB berkelap-kelip, dilihatnya ada 2 BBM yang belum dibaca.
Dedek: Wey kampret! Sensi jauh ah, ogah kesana. Take care, Dear! :*
Echi tersenyum membaca BBM dari Dedek. Dia tahu bahwa dedek akan menjawab seperti itu. Makanya dia sengaja menaruh BB nya di dalam tas dan tidak dipegang seperti biasanya. BBM ke-2...
Panjul: Chi
------------------------------------------
Langganan:
Postingan (Atom)